Berlin (AFP) – Jaksa Jerman mengatakan pada Kamis (25 Februari) bahwa mereka telah mengajukan tuduhan mata-mata terhadap seorang pria Jerman yang diduga meneruskan data dari Parlemen ke dinas rahasia Rusia.
Tersangka, yang hanya bernama Jens F., bekerja untuk sebuah perusahaan yang dikontrak oleh Bundestag untuk melakukan pemeriksaan rutin pada peralatan listrik di parlemen.
Dengan latar belakang ini, terdakwa “memiliki akses ke file PDF” dengan denah lantai properti parlemen, kata jaksa federal.
Tersangka diyakini telah memutuskan beberapa waktu di musim panas 2017 untuk menyampaikan informasi tersebut kepada dinas rahasia Rusia.
“Untuk itu, dia menyiapkan pembawa data dengan file PDF yang sesuai dan mengirimkannya ke seorang karyawan di Kedutaan Besar Rusia di Berlin, yang terutama bekerja untuk dinas rahasia militer Rusia GRU,” kata jaksa.
Badan intelijen Jerman telah berulang kali memperingatkan tentang upaya mata-mata atau serangan cyber yang diluncurkan oleh hacker Rusia.
Kanselir Jerman Angela Merkel sendiri mengatakan kepada Parlemen Mei lalu bahwa dia memiliki bukti konkret bahwa Rusia menargetkannya dalam serangan itu.
Parlemen Jerman menjadi korban pada tahun 2015 karena serangan dunia maya, dan media lokal telah menyebut tersangka dalam serangan itu sebagai Dmitry Badin, yang juga dicari oleh Biro Investigasi Federal Amerika Serikat untuk upaya serupa lainnya.
Tuduhan mata-mata terbaru yang diajukan oleh jaksa kemungkinan akan semakin mengobarkan ketegangan antara Berlin dan Moskow.
Hubungan sudah sangat buruk karena keracunan dan pemenjaraan pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny.
Moskow dengan tegas membantah tuduhan serangan dunia maya, atau keterlibatan dalam keracunan Navalny menggunakan agen saraf era Soviet yang mematikan, Novichok.
Tetapi Jerman telah menunjukkan bukti “tegas” dari upaya pembunuhan Novichok.
Navalny telah menerima perawatan di Berlin tetapi bulan lalu kembali ke Moskow di mana dia langsung dipenjara.
Uni Eropa awal pekan ini menyetujui sanksi baru terhadap empat pejabat senior Rusia atas urusan Navalny.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengecam keputusan itu, dengan mengatakan Barat berusaha untuk “membelenggu” negaranya.